FORUM BETAWI REMPUG SEJABODETABEK

FORUM BETAWI REMPUG SEJABODETABEK
FORUM BETAWI REMPUG SEJABODETABEK

Sabtu, 23 April 2011

D O C - P E R I S T I W A











































ANGGARAN RUMAH TANGGA FORUM BETAWI REMPUG (FBR)

ANGGARAN RUMAH TANGGA
FORUM BETAWI REMPUG (FBR)


BAB I
PENJABARAN LAMBANG FBR

Pasal 1;
a.    Lambang FBR sebagaimana yang tersebut dalam Anggaran Dasar dengan penjelasan dan falsafah sebagai berikut :
b.    Ondel-ondel laki-laki dan perempuan melambangkan bahwa suku Betawi, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak yang sama dalam kedudukan, mencintai dan melestarikan seni budaya Betawi yang tidak bertentangan dengan syariat Islam;
c.    Tiga kubah masjid melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan yang menjiwai pergerakan dan perjuangan Organisasi;
d.    Lingkaran Bundar melambangkan bahwa suku Betawi senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta musyawarah mufakat dalam setiap pengambilan keputusan;
e.    Tulisan Forum Betawi Rempug melambangkan suatu perkumpulan Betawi yang bersatu, bermanfaat dan berdaya guna;
f.    Tulisan FBR merupakan singkatan dari Forum Betawi Rempug;
g.    Warna Hijau melambangkan kesejukan dan kenyamanan

Pasal 2;
Atribut FBR

Atribut FBR sebagaimana yang telah disebutkan dalam Anggaran Dasar memiliki makna dan falsafah sebagai berikut:
a.    Pakaian Seragam hitam dengan sarung yang melingkar dileher dan peci hitan merupakan warna/ identitas sejarah gerakan perjuangan masyarakat Betawi yang identik dengan keberanian dan ketegaran;
b.    Sarung dan peci hitam mencerminkan ciri khas ke-Islaman dari sudut pandang budaya masyarakat Betawi yang melekat erat dengan moralitas dan akhlak yang islami;
c.    Golok yang terselip dipinggang menggambarkan tradisi budaya kepahlawanan Betawi yang gagah dan berani menentang penjajahan, penindasan, dan kesewenangan;
d.    Semua atribut yang dikenakan FBR merupakan ciri khas budaya yang identik dengan keberanian, istiqomah dan kecerdasan, disamping tidak meninggalkan sifat kearifan, bijaksana dan jauh dari sifat arogansi.

 
BAB II
KEANGGOTAAN

Pasal 3;
Anggota Biasa.

Anggota Biasa, selanjutnya disebut Anggota ialah setiap warga Betawi yang berdomisili di wilayah Jabodetabek, beragama Islam, sudah akil-baligh dan sudah tercatat secara administrasi oleh Pengurus FBR serta aktif mengikuti kegiatan FBR.

Pasal 4;
Anggota Luar Biasa.

Anggota Luar Biasa ialah :
a.    Setiap warga Betawi yang berdomisili diluar wilayah Jabodetabek, beragama Islam, sudah akil-baligh, menyetujui azas, landasan, tujuan dan usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua Keputusan FBR;
b.    Setiap warga non Betawi yang berdomisili di dalam dan atau di luar wilayah Jabodetabek yang memiliki keterkaitan dengan Betawi, dari segi perkawinan dan atau dari tempat kelahiran, sudah akil-baligh, menyetujui azas, landasan, tujuan, dan usaha-usaha serta sanggup melaksanakan semua Keputusan FBR.

Pasal 5;
Anggota Kehormatan.

Anggota Kehormatan, ialah setiap orang yang bukan tercatat sebagai anggota biasa atau anggota luar biasa, akan tetapi dianggap telah berjasa kepada FBR, dan ditetapkan dalam keputusan Pimpinan Pusat.
 
BAB III
TATA CARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN

Pasal 6;
Penerimaan Anggota

a.    Anggota biasa pada dasarnya diterima melalui Gardu ditempat kerjanya;
Dalam keadaan khusus, pengelolaan administrasi anggota yang diterima tidak melalui Gardu diserahkan kepada Pimpinan Gardu ditempat tinggalnya, atau Gardu terdekat jika ditempat tinggalnya belum ada Gardu FBR;
b.    Penerimaan anggota biasa menganut cara stelsel aktif dengan cara mengajukan permintaan menjadi anggota disertai pernyataan setuju pada azas, landasan, tujuan dan usaha-usaha FBR secara tertulis dan lisan serta membayar infak sebesar RP 15.000,- (lima belas ribu rupiah);
c.    Jika permintaan diluluskan, maka yang bersangkutan menjadi calon anggota selama 3 (tiga) minggu, apabila selama menjadi calon anggota yang bersangkutan menunjukkan hal-hal yang positif, maka ia diterima menjadi anggota penuh dan kepadanya diberikan kartu anggota;
d.    Permintaan menjadi anggota dapat ditolak apabila terdapat alasan yang kuat, baik syar’i maupun organisasi;
e.    Anggota Keluarga dari anggota biasa FBR diakui sebagai anggota keluarga besar FBR.
Anggota kehormatan dapat diusulkan oleh Pimpinan Gardu dengan mempertimbangkan kesediaan yang bersangkutan;
f.    Setelah memperoleh persetujuan Pimpinan Pusat FBR, kepadanya diberikan surat pengesahan berupa Kartu Tanda Anggota (KTA)

Pasal 7;
Pemberhentian Anggota

a.    Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan FBR karena permintaan sendiri, dipecat, atau tidak lagi memenuhi syarat keanggotaan FBR;
b.    Seseorang berhenti dari keanggotaan FBR karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pimpinan Gardu secara tertulis, atau jika dinyatakan secara lisan perlu disaksikan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Pengurus Gardu;
c.    Seseorang dipecat dari keanggotaan FBR, karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama FBR, baik ditinjau dari segi syar’I, kemaslahatan umum maupun organisasi, dengan prosedur sebagai berikut :
1.    Pada dasarnya pemecatan dilakukan berdasarkan Keputusan Rapat Pimpinan Pusat setelah menerima usul dari Pengurus Gardu;
2.    Sebelum dipecat anggota yang bersangkutan diberikan peringatan oleh Pimpinan Gardu;
3.    Jika setelah 15 (lima belas) hari peringatan itu tidak diperhatikan, maka Pimpinan Gardu dapat memberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan;
4.    Anggota yang diberhentikan sementara atau di pecat dapat membela diri dalam suatu kesempatan yang diberikan untuk itu dihadapan Pimpinan Pusat;
5.    Surat pemberhentian atau pemecatan sebagai anggota dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat;
6.    Jika selama pemberhentian sementara yang bersangkutan tidak ruju’ilal haq, maka keanggotaannya gugur dengan sendirinya;
7.    Pimpinan Pusat mempunyai wewenang memecat seorang anggota secara langsung. Surat Keputusan pemecatan itu dikirimkan kepada Pimpinan Gardu yang bersangkutan.
8.    Pertimbangan dan tata cara yang dimaksud dalam ayat (c) pasal ini juga berlaku terhadap anggota luar biasa dan anggota kehormatan, dengan sebutan pencabutan keanggotaan.

Pasal 8;
Rangkap Anggota dan Rangkap Jabatan

a.    Anggota FBR dilarang menjadi Anggota organisasi Ke-Betawi-an lainnya dengan alasan apapun.
b.    Anggota FBR dapat dikenakan skorsing / pemecatan bila kedapatan menjadi Anggota organisasi Ke-Betawi-an lainnya.
c.    Pengurus FBR dilarang menjadi Anggota kepengurusan organisasi Ke-Betawi-an lainnya.
d.    Pengurus FBR dapat dikenakan skorsing/pemecatan bila kedapatan menjadi pengurus Organisasi Ke-Betawi-an lainnya.
e.    Anggota maupun Pengurus FBR diperkenankan menjadi anggota/pengurus organisasi lain selain Ke-Betawi-an dengan izin tertulis dari Pimpinan Pusat FBR.
 
BAB IV
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA

Pasal 9;
Kewajiban Anggota

a.    Setia, tunduk dan taat kepada AD/ART, tata tertib dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh FBR;
b.    Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah FBR, serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya;
c.    Membayar infak bulanan atau infak tahunan yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat;
d.    Memupuk dan memelihara ukhuwah Islamiyah dan persatuan nasional

Pasal 10;
Hak Anggota

a.    Menghadiri Rapat Anggota Gardu, mengemukakan pendapat dan memberikan suara;
b.    Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau jabatan lain yang ditetapkan baginya;
c.    Menghadiri ceramah, pengajian, kursus, latihan dan kegiatan lain yang diadakan FBR;
Memberikan peringatan dan koreksi kepada Pengurus dengan cara dan tujuan yang baik;
d.    Mendapatkan pembelaan dan pelayanan;
e.    Mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan FBR;
f.    Anggota kehormatan berhak menghadiri kegiatan-kegiatan FBR atas undangan pengurus dan dapat memberikan saran-saran/pendapatnya, namun tidak memiliki hak suara maupun hak memilih dan dipilih.

 
BAB V
STRUKTUR KEKUASAAN

Pasal 11;
Musyawarah Besar

1.    Musyawarah Besar adalah instansi pengambilan keputusan tertinggi dalam Forum Betawi Rempug yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat FBR dan diadakan 5 (lima) tahun sekali;
2.    Musyawarah Besar dipimpin oleh Pimpinan Pusat Forum Betawi Rempug;
3.    Musyawarah Besar dihadiri oleh Seluruh fungsionaris Pimpinan Pusat, seluruh Fungsionaris Koordinator Wilayah masing-masing kotamadya/kabupaten dan undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat;
4.    Musyawarah Besar dibentuk melalui mekanisme kepanitiaan yang bertanggung jawab kepada Pimpinan Pusat;
5.    Pimpinan Pusat membuat rancangan peraturan Tata Tertib Musyawarah Besar yang mencakup susunan, draf dan tata cara pemilihan.

Pasal 12;
Kekuasaan dan Wewenang

1.    Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Garis Besar Program FBR;
2.    Memilih Pimpinan Pusat dengan jalan memilih Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dalam kapasitasnya sebagai mide formatur;
3.    Menetapkan tempat untuk Musyawarah Besar selanjutnya;
4.    Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

Pasal 13;
Rapat Kerja Pimpinan Pusat

1.    Rapat kerja diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pimpinan Pusat dan diadakan pasca Musyawarah Besar;
2.    Rapat kerja bertujuan untuk membahas kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh organisasi pada periode kepengurusan yang akan berlangsung;
3.    Rapat kerja diadakan paling tidak satu (1) kali dalam triwulan kepengurusan.

Pasal 14;
Rapat Koordinasi Pimpinan Pusat

1.    Rapat koordinasi Pimpinan Pusat dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pimpinan Pusat dan seluruh fungsionaris Koordinator Wilayah dari masing-masing Kotamadya/Kabupaten;
2.    Rapat koordinasi bertujuan untuk melakukan koordinasi dan konsulidasi organisasi ditingkat pusat maupun ditingkat korwil;
3.    Rapat koordinasi diadakan paling tidak 1 (satu) kali setiap bulan.

Pasal 15;
Rapat Harian Pimpinan Pusat

1.    Rapat Harian diadakan dalam rangka membahas program-program kerja harian kepengurusan dan kebijakan-kebijakan program yang akan dilaksanakan oleh Pimpinan Pusat;
2.    Rapat harian dihadiri oleh fungsionaris Pimpinan Pusat;
3.    Rapat harian diadakan paling tidak sedikitnya 1 (satu) kali dalam satu minggu.

Pasal 16;
Musyawarah Koordinator Wilayah (Muskorwil)

1.    Musyawarah Koordinator Wilayah adalah instansi pengambilan keputusan tertinggi di tingkat kaotamadya/kabupaten dan diadakan 5 (lima) tahun sekali;
2.    Musyawarah Korwil dipimpin oleh Korwil;
3.    Musyawarah Korwil dihadiri oleh Seluruh fungsionaris Korwil, perwakilan Pimpinan Pusat dan seluruh fungsionaris Pimpinan Gardu dan undangan yang ditetapkan oleh Korwilt;
4.    Musyawarah Korwil dibentuk melalui mekanisme kepanitiaan yang bertanggung jawab kepada Korwil;
5.    Korwil membuat rancangan peraturan Tata Tertib Musyawarah Korwil yang mencakup susunan, draf dan tata cara pemilihan.

Pasal 17;
Rapat Kerja Pimpinan Koordinator Wilayah

1.    Rapat kerja Korwil diselenggarakan oleh Korwil dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pimpinan Gardu dan diadakan pasca Musyawarah Korwil;
2.    Rapat kerja Korwil bertujuan untuk membahas kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh organisasi di tingkat kotamadya/kabupaten pada periode kepengurusan yang akan berlangsung;
3.    Rapat kerja Korwil diadakan paling tidak satu (1) kali dalam triwulan kepengurusan.

Pasal 18;
Rapat Koordinasi Pimpinan Koordinator Wilayah

1.    Rapat koordinasi Korwil dihadiri oleh seluruh fungsionaris Korwil dan seluruh fungsionaris Pimpinan Gardu;
2.    Rapat koordinasi bertujuan untuk melakukan koordinasi dan konsulidasi organisasi ditingkat Korwil maupun ditingkat Gardu;
3.    Rapat koordinasi Korwil diadakan paling tidak 1 (satu) kali setiap bulan.


Pasal 19;
Rapat Harian Pimpinan Koordinator Wilayah

1.    Rapat Harian diadakan dalam rangka membahas program-program kerja harian kepengurusan dan kebijakan-kebijakan program yang akan dilaksanakan oleh Korwil;
2.    Rapat harian dihadiri oleh fungsionaris Korwil;
3.    Rapat harian Korwil diadakan paling tidak sedikitnya 1 (satu) kali dalam satu minggu.

Pasal 20;
Musyawarah Gardu

1.    Musyawarah Gardu adalah instansi pengambilan keputusan tinggi ditingkat wilayah;
2.    Musyawarah Gardu dipimpin oleh Pimpinan Gardu FBR;
3.    Musyawarah Gardu dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pimpinan Gardu, Perwakilan fungsionaris Korwil dan Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Gardu;
4.    Musyawarah Gardu dibentuk melalui mekanisme kepanitiaan yang bertanggung jawab kepada Pimpinan Gardu;
5.    Pimpinan gardu membuat rancangan peraturan Tata Tertib Musyawarah Gardu yang mencakup draf dan tata cara pemilihan.

Pasal 21;
Rapat Kerja Pimpinan Gardu.

1.    Rapat kerja Pengurus Gardu diadakan pasca musyawarah gardu oleh seluruh fungsionaris Pengurus Gardu, dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pengurus Gardu;
2.    Rapat kerja Pengurus bertujuan untuk membahas kebijakan program kerja kepengurusan Gardu;
3.    Rapat kerja Pengurus Gardu diadakan 1 (satu) kali dalam triwulan masa kepengurusan .

Pasal 22;
Rapat Harian Pimpinan Gardu.

Rapat Harian dihadiri oleh seluruh fungsionaris Pengurus Gardu;
Rapat Harian bertujuan untuk membahas program-program kerja kepengurusan dan membahas persoalan-persoalan kedaerahan, serta membahas persoalan-persoalan kedaerahan, serta membahas persoalan-persoalan keanggotaan;
Rapat harian diadakan paling tidak 1 (satu) kali dalam satu minggu.

 
BAB VI
STRUKTUR DAN PENGURUS ORGANISASI

Pasal 23;
Pimpinan Pusat

1.    Pimpinan Pusat (PP); Pimpinan Pusat adalah kepengurusan organisasi di tingkat pusat dan berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia;
2.    Pimpinan Pusat sebagai tingkat kepengurusan tertinggi dalam Forum Betawi Rempug merupakan penanggung jawab kebijaksanaan organisasi dan pelaksanaan keputusan Musyawarah Besar.
3.    Kepengurusan Pusat terdiri dari; 1 (satu) orang Ketua Umum, 2 (dua) orang Wakil Ketua Umum, 1 (satu) orang sekretaris Jenderal, dibantu oleh 2 (dua) orang Wakil Sekretaris Jenderal, 1 (satu) orang Bendahara Umum, dibantu oleh 2 (dua) orang Wakil Bendahara Umum serta Departemen-Departemen.
4.    Dalam menjalankan program kebijakan kepemimpinan Pengurus Pusat, maka dibentuk departemen-departemen yang berfungsi sebagai pembantu umum dalam menjalankan program kerja Organisasi. Diantaranya ialah :
a.    Departemen Pendidikan, Pelatihan dan Pengkaderan;
b.    Departemen Pemberdayaan Perempuan;
c.    Departemen Seni dan Budaya;
d.    Departemen kelembagaan Ekonomi;
e.    Departemen Bantuan Hukum Masyarakat;
f.    Departemen Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga;
g.    Departemen Kepemudaan dan Olah Raga;
h.    Departemen Pembinaan Mental dan Spiritual.

Pasal 24;
Pimpinan Kordinator Wilayah

1.    Pimpinan Korwil; Pimpinan Korwil adalah kepengurusan organisasi di tingkat kotamadya/kabupaten dan berkedudukan di Kotamadya/kabupaten;
2.    Pimpinan Korwil sebagai tingkat kepengurusan tertinggi di tingkat kotamadya/kabupaten merupakan penanggung jawab kebijaksanaan organisasi dan pelaksanaan keputusan Musyawarah Korwil.
3.    Kepengurusan Korwil terdiri dari; 1 (satu) orang Ketua, 2 (dua) orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dibantu oleh 2 (dua) orang Wakil Sekretaris, 1 (satu) orang Bendahara, dibantu oleh 2 (dua) orang Wakil Bendahara serta Biro-biro;
4.    Dalam menjalankan program kebijakan kepemimpinan Korwil, maka dibentuk Biro-biro yang berfungsi sebagai pembantu umum dalam menjalankan program kerja Organisasi. Diantaranya ialah :
a.    Biro Pendidikan, Pelatihan dan Pengkaderan;
b.    Biro Pemberdayaan Perempuan;
c.    Biro Seni dan Budaya;
d.    Biro kelembagaan Ekonomi;
e.    Biro Bantuan Hukum Masyarakat;
f.    Biro Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga;
g.    Biro Kepemudaan dan Olah Raga;
h.    Biro Pembinaan Mental dan Spiritual.

Pasal 25;
Pimpinan Gardu

1.    Pimpinan Gardu (PG) adalah kepengurusan organisasi ditingkat kelurahan;
2.    Pimpinan Gardu dapat dibentuk jika suatu kelurahan terdapat sekurang-kurangnya 100 orang anggota;
3.    Dalam suatu kelurahan dapat dibentuk lebih dari satu Gardu jika keadaan daerah dan penduduknya memerlukan;
4.    Permintaan pembentukan Gardu diajukan oleh Panitia Pembentukan Gardu di suatu kelurahan dan disahkan oleh Pengurus Pusat setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan;
5.    Pimpinan Gardu terdiri dari; 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, 1 (satu) orang Sekretaris, 1 (satu) orang Bendahara dan dibantu oleh seksi-seksi yang dibentuk oleh Pimpinan Gardu.

Pasal 26;
Dewan Pembina Pusat

1.    Dewan Pembina Pusat bertugas memberikan usul, saran, masukan dan pertimbangan strategis kepada Pimpinan Pusat dalam melaksanakan kebijakan organisasi;
2.    Dewan Pembina Pusat terdiri dari seorang Ketua dan 9 (sembilan) orang anggota;
3.    Dewan Pembina Pusat dibentuk lewat musyawarah Besar FBR berdasarkan kesepakatan Forum;

Pasal 27;
Dewan Penasehat Pusat

1.    Dewan Penasehat Pusat bertugas memberikan usul, saran, masukan dan pertimbangan teknis kepada Pimpinan Pusat dalam melaksanakan kebijakan organisasi;
2.    Dewan Penasehat Pusat terdiri dari seorang Ketua dan 9 (sembilan) orang anggota;
3.    Dewan Penasehat Pusat dibentuk lewat musyawarah Besar FBR berdasarkan kesepakatan Forum.

Pasal 27;
Dewan Penasehat Korwil

1.    Dewan Penasehat Korwil bertugas memberikan usul, saran, masukan dan pertimbangan kepada Pimpinan Korwil dalam melaksanakan kebijakan organisasi;
2.    Dewan Penasehat Korwil terdiri dari seorang Ketua dan 4 (empat) orang anggota;
3.    Dewan Penasehat Korwil dibentuk lewat musyawarah Korwil berdasarkan kesepakatan Forum.

Pasal 27;
Dewan Penasehat Gardu

1.    Dewan Penasehat Gardu bertugas memberikan usul, saran, masukan dan pertimbangan kepada Pimpinan Gardu dalam melaksanakan kebijakan organisasi;
2.    Dewan Penasehat Gardu terdiri dari seorang Ketua dan 2 (dua) orang anggota;
3.    Dewan Penasehat Gardu dibentuk lewat musyawarah Gardu berdasarkan kesepakatan Forum.

Pasal 28;
Syarat Menjadi Pimpinan Pusat

1.    Untuk menjadi Pimpinan Pusat, seseorang calon harus sudah aktif menjadi anggota FBR sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan;
2.    Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah sebagaimana yang termaktub dalam BAB VI Pasal 13 Huruf (a) Anggaran Dasar dan BAB II Pasal 3 Anggaran Rumah Tangga;
3.    Anggota Luar Biasa dan anggota kehormatan tidak diperkenankan menjadi pengurus.

Pasal 29;
Syarat Menjadi Pimpinan Korwil
1.    Untuk menjadi Pimpinan Korwil, seseorang calon harus sudah aktif menjadi anggota FBR sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan;
2.    Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah sebagaimana yang termaktub dalam BAB VI Pasal 13 Huruf (a) Anggaran Dasar dan BAB II Pasal 3 Anggaran Rumah Tangga;
3.    Anggota Luar Biasa dan anggota kehormatan tidak diperkenankan menjadi pengurus.

Pasal 30;
Syarat Menjadi Pimpinan Gardu

1.    Untuk Menjadi Pimpinan Gardu, seseorang calon harus sudah aktif menjadi anggota FBR sekurang-kurangnya selama 2 (dua) bulan;
2.    Keanggotaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah sebagaimana yang termaktub dalam BAB VI Pasal 13 Huruf (a) Anggaran Dasar dan BAB II Pasal 3 Anggaran Rumah Tangga;
3.    Anggota Luar Biasa dan anggota kehormatan tidak diperkenankan menjadi pengurus.

Pasal 31;
Pemilihan Pimpinan Pusat

1.    Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dipilih oleh Musyawarah Besar;
2.    Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal dipilih secara langsung, bebas dan rahasia;
3.    Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal terpilih bertugas melengkapi susunan Pimpinan Pusat.

Pasal 32;
Pemilihan Pimpinan Korwil

1.    Ketua dan Sekretaris dipilih oleh Musyawarah Korwil;
2.    Ketua dan Sekretaris Korwil dipilih secara langsung, bebas dan rahasia;
3.    Ketua dan Sekretaris Korwil terpilih bertugas melengkapi susunan Pimpinan Korwil.

Pasal 33;
Pemilihan Pimpinan Gardu

1.    Ketua dan Sekretaris Pengurus Gardu dipilih oleh Musyawarah Gardu;
2.    Ketua dan Sekretaris Gardu dipilih secara langsung, bebas dan rahasia;
3.    Ketua dan Sekretaris Gardu terpilih bertugas melengkapi susunan Pimpinan Gardu.
 
BAB VII
PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 34;

1.    Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Umum, maka jabatan Ketua Umum diisi oleh Wakil Ketua Umum yang ditetapkan dalam rapat pleno Pimpinan Pusat sebagai pejabat sementara (PJs) Ketua Umum;
2.    Apabila Ketua Umum berhalangan tugas sementara, maka fungsi dan wewenang Ketua Umum akan digantikan oleh Wakil Ketua Umum;
3.    Apabila terjadi pergeseran jabatan Ketua Umum sebelum diadakannya musyawarah besar, maka jabatan Ketua Umum akan digantikan oleh Wakil Ketua Umum sebagai PJs Ketua Umum.

Pasal 35;

1.    Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Korwil, maka jabatan Ketua Korwil diisi oleh Wakil Ketua Korwil yang ditetapkan dalam rapat pleno Pimpinan Korwil sebagai pejabat sementara (PJs) Ketua Korwil;
2.    Apabila Ketua Korwil berhalangan tugas sementara, maka fungsi dan wewenang Ketua Korwil akan digantikan oleh Wakil Ketua Korwil;
3.    Apabila terjadi pergeseran jabatan Ketua Korwil sebelum diadakannya musyawarah Korwil, maka jabatan Ketua Korwil akan digantikan oleh Wakil Ketua Korwil sebagai PJs Ketua Korwil.

Pasal 36;

1.    Apabila terjadi kekosongan jabatan Ketua Gardu, maka jabatan Ketua Gardu diisi oleh Wakil Ketua Gardu yang ditetapkan dalam rapat pleno Pimpinan Gardu sebagai pejabat sementara (PJs) Ketua Gardu;
2.    Apabila Ketua Gardu berhalangan tugas sementara, maka fungsi dan wewenang Ketua Gardu akan digantikan oleh Wakil Ketua Gardu;
3.    Apabila terjadi pergeseran jabatan Ketua Gardu sebelum diadakannya musyawarah Gardu, maka jabatan Ketua Gardu akan digantikan oleh Wakil Ketua Gardu sebagai PJs Ketua Gardu.

 
BAB VIII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN

Pasal 37;

Keuangan FBR diperoleh dari sumber-sumber dana dilingkungan masyarakat Betawi dan sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat;
Sumber dana dilingkungan masyarakat Betawi didapat dari:
1.    Uang Pendaftaran;
2.    Uang Iuran Bulanan dan Infaq anggota;
3.    Sumbangan dari masyarakat Betawi dan simpatisan;
Usaha-usaha yang halal.
4.    Kekayaan organisasi dan perangkatnya berupa dana, inventaris kantor, gedung, tanah dan lain-lain harus dicatatkan dalam kekayaan organisasi.

 
BAB IX
PERUBAHAN

Pasal 38;

1.    Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Keputusan Musyawarah Besar yang sah dan dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah Gardu yang sah dan disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah;
2.    Dalam hal Musyawarah Besar yang dimaksud ayat (a) ini tidak dapat diadakan karena tidak mencapai quorum, maka ditunda untuk beberapa saat lamanya dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama, Musyawarah Besar dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah;
3.    Ketentuan dalam huruf (a) dan (b) Pasal ini berlaku pula untuk Anggaran Dasar.

 
BAB X
PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 39;

1.    Forum Betawi Rempug hanya bisa dibubarkan melalui kesepakatan Musyawarah besar;
2.    Apabila Forum Betawi Rempug dibubarkan, maka segala kekayaan diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sepaham;
3.    Ketentuan dalam Pasal 28 berlaku pula untuk pembubaran.
 
BAB XI
PENUTUP

Pasal 40;

Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, maka akan diatur selanjutnya dalam keputusan-keputusan Pengurus Pusat.

Pasal 41;

Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Cisarua Jawa Barat
Pada Tanggal : 15 Dzul Hijjah 1422 H
28 Februari 2002 M

ANGGARAN DASAR FORUM BETAWI REMPUG (FBR)

ANGGARAN DASAR
FORUM BETAWI REMPUG (FBR)
MUQADDIMAH
Bismillahirrahmanirrahim.

Bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan manusia sebagai khalifah-Nya untuk membangun dan mengatur kehidupan di muka bumi sesuai dengan fitrahnya. Setiap manusia diharuskan berusaha memenuhi segala kebutuhan yang dianggap dapat meningkatkan kualitas sumber dayanya dalam rangka mengembangkan proses aktualisasi kefitrahannya dengan tujuan hanya untuk mengabdi kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala.
Masyarakat Betawi sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya serta peranan dan tanggung jawabnya kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, bertekad untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya, membina solidaritas dan kekompakan yang kuat serta menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman, demokrasi, hak-hak azasi manusia, supremasi hukum dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Meyakini bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai dengan taufiq, hidayah dan inayah Allah Subhanahu Wata’ala serta usaha-usaha yang teratur, terencana dan penuh kebijaksanaan, dengan nama Allah kami masyarakat Betawi se-Jabodetabek menghimpun diri dalam suatu organisasi yang digerakkan dengan pedoman berbentuk Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN


Pasal 1; Nama
Organisasi ini bernama Forum Betawi Rempug disingkat FBR.
Pasal 2; Waktu, Tempat dan Kedudukan
FBR didirikan di Jakarta pada tanggal 8 Rabiul Tsani 1422 Hijriah bertepatan dengan tanggal 29 Juli 2001 Masehi untuk waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
BAB II
AZAS DAN LANDASAN


Pasal 3; Azas
FBR berazaskan Islam.
Pasal 4; Landasan
FBR berlandaskan Al-quran, Assunah, Pancasila dan UUD 1945.

BAB III
TUJUAN, USAHA DAN SIFAT


Pasal 5; Tujuan
Terbinanya masyarakat Betawi yang bersatu, kreatif, inovatif, pencipta dan pengabdi yang berkepribadian Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala.
Pasal 6; Usaha
a.    Membina hubungan persaudaraan yang kokoh di antara sesama masyarakat Betawi dan masyarakat lainnya demi terciptanya kehidupan yang aman, nyaman, dan damai serta bahagia dunia dan akhirat;
b.    Membina hubungan kerjasama dengan pemerintah dan lainnya dalam melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat demi tercapainya kesejahteraan sosial;
c.    Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Betawi melalui pendidikan dan pelatihan keterampilan serta penyaluran kerja;
d.    Meningkatkan peranan masyarakat Betawi dalam berbagai aspek kehidupan;
e.    Melestarikan dan mengembangkan seni budaya Betawi sebagai bagian dari kebudayaan Nasional;
f.    Melaksanakan Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Pasal 7; Sifat
FBR bersifat independen.
BAB IV
STATUS, FUNGSI DAN PERAN


Pasal 8; Status
FBR merupakan organisasi kemasyarakatan.
Pasal 9; Fungsi
FBR berfungsi sebagai pelopor perjuangan masyarakat Betawi.
Pasal 10; Peran
FBR berperan sebagai wadah dan aspirasi masyarakat Betawi yang memperjuangkan hak-hak dan cita-cita masyarakat Betawi secara umum.
BAB V
LAMBANG FBR

Pasal 11; Lambang
FBR berlambangkan gambar ondel-ondel laki-laki dan perempuan dalam sebuah lingkaran yang berwarna hijau, diatasnya terdapat tiga kubah masjid dengan tulisan FBR, dan dibawahnya terdapat tulisan Forum Betawi Rempug.
Pasal 12; Atribut
Atribut FBR yang digunakan sebagai identitas Pergerakan adalah pakaian berseragam hitam dengan baju dan celana berlengan panjang, dilengkapi dengan golok yang terselip di pinggang serta sarung yang melingkar dibagian leher dan peci hitam di kepala.
BAB VI
KEANGGOTAAN


Pasal 13; Keanggotaan
a.    Keanggotaan FBR terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan;
b.    Setiap warga Betawi yang beragama Islam dan sudah akil-baligh yang menyatakan keinginannya dan sanggup mentaati Anggaran Dasar Forum Betawi Rempug, dapat diterima menjadi anggota;
c.    Tata cara menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
d.    Anggota FBR berkewajiban mendukung dan mensukseskan usaha-usaha yang dijalankan Forum Betawi Rempug, dan berhak mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan Forum Betawi Rempug;
e.    Ketentuan mengenai kewajiban dan hak anggota serta lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
STRUKTUR ORGANISASI
( KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN )


Pasal 14; Kekuasaan
Kekuasaan tertinggi FBR ada pada musyawarah.
Pasal 15; Kepemimpinan
a.    Kepemimpinan FBR di tingkat pusat dipegang oleh Pimpinan Pusat;
b.    Kepemimpinan FBR di tingkat Kotamadya dipegang oleh Pimpinan Koordinator Wilayah (Korwil)
c.    Kepemimpinan FBR di tingkat kelurahan dipegang oleh Pimpinan Gardu

Pasal 16; Dewan Pembina dan Dewan Penasehat
a.    Untuk membantu Kepengurusan Pusat, maka dibentuk Dewan Pembina Pusat (Wanbinpus) sebagai tim kepengurusan yang berfungsi sebagai penasehat/konsultan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan strategis ditingkat pusat;
b.    Untuk membantu Kepengurusan Pusat, maka dibentuk Dewan Penasehat Pusat (Wanhatpus) sebagai tim kepengurusan yang berfungsi sebagai penasehat/konsultan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan teknis ditingkat pusat;
BAB VIII
PERBENDAHARAAN


Pasal 17
Harta Benda FBR di peroleh dari:
a.    Uang pangkal dan iuran anggota;
b.    Usaha-usaha Organisasi;
c.    Sumbangan yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PEMBUBARAN


Pasal 18;
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Organisasi hanya dapat dilakukan oleh Musyawarah Besar.
BAB X
PENUTUP


Pasal 19;
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini, maka akan diatur selanjutnya dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 20;
Anggaran Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Cisarua Jawa Barat
Pada Tanggal : 15 Dzul Hijjah 1422 H
28 Februari 2002 M

Tata Cara Bai'at Anggota Baru Forum Betawi Rempug (FBR)



UNTUK ANGGOTA BARU :
1. Mengisi form pendaftaran baru dengan benar dan lengkap ;
2. Melingkari kode huruf B pada pojok kanan atas form pendaftaran baru ;
3. Melampiri Foto Kopi KTP 3 lembar, dan pas photo 2 x 3 berwarna 3 lembar ;
4. Memberikan infaq pengganti cetak kartu sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) dengan rincian, Rp.15.000,- infaq FBR Pusat, ditambah Rp.5.000,- untuk menambah kas Korwil FBR, dan ditambah ditambah Rp.5.000,- untuk menambah kas Gardu FBR.
5. Proses dari pendaftaran awal sampai dengan pengakuan resmi sebagai anggota FBR memakan waktu ± 3 bulan, dengan rincian sebagai berikut : 1 bulan masa percobaan di FBR Gardu, dimana jika dirasa layak akan diberikan rekomendasi dari Ketua Gardu FBR, : 1 bulan masa percobaan di Korwil FBR dimana jika dirasa layak akan diberikan rekomendasi dari Korwil FBR, dan 1 bulan masa percobaan di FBR Pusat dimana jika dirasa layak akan diberikan rekomendasi dari KH. Lutfi Hakim, MA. selaku Imam Besar FBR Sejabodetabek.
6. Wajib menghapal, minimal memahami Tata Cara Pem-bai’atan.

Adapun Tata Cara Pem-bai’atan yang wajib dihapal, minimal dipahami baik oleh anggota FBR lama maupun anggota FBR baru yang akan mendaftar sebagai anggota :

1. Mengucapkan 2 Kalimat Syahadat 3 kali ;
2. Membaca Surat Al-Fatihah ;
3. Membaca Shalawat Nabi ;

“ Allahumashali’ala syayidina Muhammad, wa aala ali syayidina Muhammad “

4. Membaca Shalawat Nariyah / Kamilah 11 kali ;

لهم صل صلاة كاملة وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب وتقضى به الحوائج وتنال به الرغائب وحسن الخواتيم ويستسقى الغمام بوجهه الكريم وعلى آله وصحبه عدد كل معلوم لك

Allahumma sholli sholaatan kaamilatan Wa sallim salaaman taaman ‘ala sayyidinaa Muhammadin Alladzi tanhallu bihil ‘uqadu, wa tanfariju bihil kurabu, wa tuqdhaa bihil hawaa’iju Wa tunaalu bihir raghaa’ibu wa husnul khawaatimi wa yustasqal ghomaamu bi wajhihil kariimi, wa ‘alaa aalihi, wa shahbihi ‘adada kulli ma’luumin laka ( 11 x )

5. Menguncapkan Janji Setia anggota Forum Betawi Rempug Sejabodetabek :

JANJI SETIA ANGGOTA FORUM BETAWI REMPUG SEJABODETABEK :
1. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya ;
2. Taat dan patuh pada pimpinan FBR dan AD/ART serta Garis-garis Besar Haluan FBR ;
3. Siap memberantas tempat-tempat ma’siat dan orang-orang yang berbuat dzolim ;
4. Berusaha meninggalkan larangan Syara’ seperti mabok karena minuman serta obat terlarang, berzina, berjudi, dan narkoba ;
5. Siap berkorban dengan ikhlas untuk membela dan membantu serta menolong sesama anggota FBR ;
6. Siap memberikan maaf manakala terjadi kesalahpahaman sesama anggota FBR ;
7. Siap bekerjasama dengan Pemerintah, Aparat, Keamanan, antar suku atau antar etnis selagi tidak bertentangan dengan Aqidah dan Syariah ;
8. Siap dicabut KTA FBR manakala melanggar Syara, AD/ART serta tidak mentaati pimpinan ;
9. Siap menghadiri kegiatan FBR setelah mendapat persetujuan dari Pimpinan FBR.

MOTTO FORUM BETAWI REMPUG SEJABODETABEK :
1. Maju Pantang Mundur ;
2. Berjuang Rela Berkorban ; dan
3. Ikhlas Menderita.

Defenisi Zakat.


Defenisi Zakat.
Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia dengan ijin Allah akan kembali fitrah.

Yang berkewajiban membayar.
 Pada prinsipnya seperti definisi di atas, setiap muslim diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya , keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak kecil, laki-laki maupun wanita. Berikut adalah syarat yang menyebabkan individu wajib membayar zakat fitrah:
 - Individu yang mempunyai kelebihan makanan atau hartanya dari keperluan tanggungannya pada malam dan pagi hari raya.  
- Anak yang lahir sebelum matahari jatuh pada akhir bulan Ramadhan dan hidup selepas terbenam matahari.  
- Memeluk Islam sebelum terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan dan tetap dalam Islamnya.  
- Seseorang yang meninggal selepas terbenam matahari akhir Ramadhan.

Besar Zakat
Besar zakat yang dikeluarkan menurut para ulama adalah sesuai penafsiran terhadap hadits adalah sebesar satu sha' atau kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.5 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, aqith) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab syafi'i dan Maliki)

Waktu Pengeluaran
 Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan Shalat Ied. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa.

Penerima Zakat
 Penerima Zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf (fakir, miskin, amil, muallaf, hamba sahaya, gharimin, fisabilillah, ibnu sabil) namun menurut beberapa ulama khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan pertama yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah/nilai zakat yang sangat kecil sementara salah satu tujuannya dikelurakannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya.


Sumber Hadits berkenaan dengan Zakat Fitrah :
- Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata : Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah dari bulan Ramadhan satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari sya'iir. atas seorang hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslilmin. (H.R : Al-Bukhary dan Muslim) ;
- Diriwayatkan dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ; Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari sya'iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan / dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat 'ied. (H. R : Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i)  ; - --
- Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Rasulullah saw telah memfardhukan zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan dari perkataan keji dan untuk memberi makan orang miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat 'ied, maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan zakat fithrah). (H.R : Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni)  
- Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda : Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada tangan di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu (keluarga dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan (yang di perlukan oleh keluarga) (H.R : Al-Bukhary dan Ahmad)  ;
- Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Rasulullah sw. memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fithrah unutk anak kecil, orang dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu). (H.R : Daaruquthni, hadits hasan)  ;
- Artinya : Diriwayatkan dari Nafi' t. berkata : Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat fithrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia penerima zakat fithrah / amil) dan mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum 'iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary) ;
- Diriwayatkan dari Nafi' : Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang mengeluarkan zakat fithrah kepada petugas yang kepadanya zakat fithrah di kumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R: Malik)

Hikmah disyari'atkannya Zahat Fitrah
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah:

1. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Alloh memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya. 
2. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Alloh Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya. 
3. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Alloh atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37.) 
4. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiAllohu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.

HIKMAH DAN MANFAAT ZAKAT
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. (Abdurahman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 82) Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut.

Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39.  Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.
Firman Allah dalam surah Ibrahim: 7,  Artinya: “Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”

Kedua, karena zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak.  Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. (Lihat berbagai pendapat ulama dalam Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Zakat, op. cit, hlm. 564) Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT.
Firman Allah dalam surah An-Nisaa’:37,  Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [1] siksa yang menghinakan. “[1]Maksudnya kafir terhadap nikmat Allah, ialah karena kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir. Menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat Allah. 

Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
Allah berfirman dalam al_Baqarah: 273,  Artinya: “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maa’idah: 2. Artinya: “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa…” Juga hadits Rasulullah saw riwayat Imam Bukhari(Shaih Bukhari, Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, hlm. 3) dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.” 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, kemerdekaan Warganegara Republik Indonesia untuk berserikat atau berorganisasi dan kemerdekaan untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya masing-masing dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa pembangunan nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a memerlukan upaya untuk terus meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat Indonesia serta upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
c. bahwa Organisasi Kemasyarakatan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia, mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional;
d. bahwa mengingat pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dan sejalan pula dengan usaha pemantapan penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka menjamin kelestarian Pancasila, maka Organisasi Kemasyarakatan perlu menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka dalam rangka meningkatan peranan Organisasi Kemasyarakatan dalam pembangunan nasional, dipandang perlu untuk menetapkan pengaturannya dalam Undang-undang;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara:
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Organisasi Kemasyarakatan berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas.(2) Asas sebagahnana dimaksud dalam ayat (1) adalah asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pasal 3
Organisasi Kemasyarakatan menetapkan tujuan masing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya dalun rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 4
Organisasi Kemasyarakatan wajib mencantumkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam pasal Anggaran Dasarnya.

BAB III FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai : a. wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya ; b. wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi : c. wadah peran serta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional ; d. sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.
Pasal 6
Organisasi Kemasyarakatan berhak :a. melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;b. mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan organisasi.
Pasal 7
Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban : a. mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ; b. menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;c. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 8
Untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, Organisasi Kemasyarakatan berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis.

BAB IV KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN
Pasal 9
Setiap Warganegara Republik Indonesia dapat menjadi anggota Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 10
Tempat kedudukan Pengurus atau Pengurus Pusat Organisasi Kemasyarakatan ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya.

BAB V KEUANGAN
Pasal 11
Keuangan Organisasi Kemasyarakatan dapat diperoleh dari :a. iuran anggota;b. sumbangan yang tidak mengikat;c. usaha lain yang sah.

BAB VI PEMBINAAN
Pasal 12
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap Organisasi Kemasyarakatan.(2) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIIPEMBEKUAN DAN PEMBUBARAN
Pasal 13
Pemerintah dapat membekukan Pengurus atau Pengurus Pusat Organisasi Kemasyarakatan apabila Organisasi Kemasyarakatan  : a. melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum ; b. menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan Pemerintah ; c. memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara.
Pasal 14
Apabila Organisasi Kemasyarakatan yang Pengurusnya dibekukan masih tetap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, maka Pemerintah dapat membubarkan organisasi yang bersangkutan.
Pasal 15
Pemerintah dapat membubarkan Organisasi Kemasyarakatan yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 7, dan/atau Pasal 18.
Pasal 16
Pemerintah membubarkan Organisasi Kemasyarakatan yang menganut, mengembangkan, dan menyebarkan paham atau ajaranKomunisme/Marxisme-Leninisme serta ideologi, paham, atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya.
Pasal 17
Tata cara pembekuan dan pembubaran Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Dengan berlakunya Undang-undang ini Organisasi Kemasyarakatan yang sudah ada diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang-undang ini, yang harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini.

BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pelaksanaan Undang-undang ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penampatannya dalam Lembaran Negara Repubhk Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1985
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Juni 1985 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 8 TAHUN 1985
TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UMUM
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan hakekat pembangunan sebagaimana tersebut di atas, maka pembangunan merupakan pengamalan Pancasila.Dengan pengertian mengenai hakekat pembangunan tersebut, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat Warganegara Republik Indonesia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila. Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada pembangunan nasional.Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan, sehingga pengaturan serta pembinaannya perlu diarahkan kepada pencapaian dua sasaran pokok, yaitu : 1. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat Warganegara Republik Indonesia ke arah : a. makin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ; b. tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan nasional; 2. terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri dan mampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berserikat atau berorganisasi bagi masyarakat Warganegara Republik Indonesia guna menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang sekaligus merupakan penjabaran Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.Oleh karena pembangunan merupakan pengamalan Pancasila, dan tujuan serta subyeknya adalah manusia dan seluruh masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang ber-Pancasila, maka adalah wajar bilamana Organisasi Kemasyarakatan juga menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat Pancasila.Dalam Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi para pemeluknya, dan mendapat tempat yang sangat terhormat.Penetapan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akan menggantikan agama, dan agama tidak mungkin di-Pancasilakan; antara keduanya tidak ada pertentangan nilai. Organisasi Kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan agama menetapkan tujuannya dan menjabarkannya dalam program masing-masing sesuai dengan sifat kekhususannya, dan dengan semakin meningkat dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan. Undang-undang ini tidak mengatur peribadatan, yang merupakan perwujudan kegiatan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya.Dengan Organisasi Kemasyarakatan yang berasaskan Pancasila, yang mampu meningkatkan keikutsertaan secara aktif manusia dan seluruh masyarakat Indonesia dalam pembangunan nasional, maka perwujudan tujuan nasional dapat dipercepat.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Salah satu ciri penting dalam Organisasi Kemasyarakatan adalah kesuka-relaan dalam pembentukan dan keanggotaannya. Anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia bebas untuk membentuk, memilih, dan bergabung dalam Organisasi Kemasyarakatan yang dikehendaki dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Organisasi Kemasyarakatan dapat mempunyai satu atau lebih dari satu sifat kekhususan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, yaitu kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk secara sukarela oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang keanggotaannya terdiri dari Warganegara Republik Indonesia dan warganegara asing, termasuk dalam pengertian Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, dan oleh karenanya tunduk kepada ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.Organisasi atau perhimpunan yang dibentuk oleh Pemerintah seperti Praja Muda Karana (Pramuka), Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), dan lain sebagainya, serta organisasi atau perhimpunan yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang bergerak dalam bidang perekonomian seperti Koperasi, Perseroan Terbatas, dan lain sebagainya, tidak termasuk dalam pengertian Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini.Sekalipun demikian dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, organisasi atau perhimpunan tersebut juga berkewajiban untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas dan mengamalkannya dalam setiap kegiatan.

Pasal 2
Dalam pasal ini pengertian asas meliputi juga kata "dasar", "landasan", "pedoman pokok", dan kata-kata lain yang mempunyai pengertian yang sama dengan asas.Yang dimaksud dengan 'Pancasila" ialah yang rumusannya tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan harus dipegang teguh oleh setiap Organisasi Kemasyarakatan dalam memperjuangkan tercapainya tujuan dan dalam melaksanakan program masing-masing.

Pasal 3
Setiap organisasi Kemasyarakatan menetapkan tujuan masing-masing, yang sesuai dengan sifat kekhususannya dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.Berdasarkan tujuan tersebut di atas Organisasi Kemasyarakatan dapat menetapkan program kegiatan yang dikehendaki.Yang penting adalah, bahwa tujuan dan program yang dikehendaki dan ditetapkannya itu harus tetap berada dalam rangka mencapai Tujuan Nasional.Yang dimaksud dengan "tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945" ialah "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial".

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Huruf a Oleh karena Organisasi Kemasyarakatan dibentuk atas dasar sifat kekhususannya masing-masing, maka sudah semestinya apabila Organisasi Kemasyarakatan berusaha melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan para anggotanya. Huruf b Organisasi Kemasyarakatan sebagai wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya merupakan tempat penempaan kepemimpinan dan peningkatan keterampilan yang dapat disumbangkan dalam pembangunan disegala bidang. Huruf c Pembangunan adalah usaha bersama bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu Organisasi Kemasyarakatan sebagai wadah peranserta anggota masyarakat, merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Huruf d Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Dengan tidak mengurangi kebebasannya untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, Organisasi Kemasyarakatan berhimpun dalam suatu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis sesuai dengan kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Yang dimaksud dengan "satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis" ialah hanya ada satu wadah untuk setiap jenis, seperti untuk Organisasi Kemasyarakatan pemuda dalam wadah yang sekarang bernama Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), untuk Organisasi Kemasyarakatan tani dalam wadah yang sekarang bernama Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan lain sebagainya.

Pasal 9
Cukup jelas.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diperlukan dalam rangka membimbing, mengayomi, dan mendorong Organisasi Kemasyarakatan kearah pertumbuhan yang sehat dan mandiri sesuai dengan jiwa dan semangat Undang-undang ini.

Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal 15
Lembaga yang berwenang untuk membekukan Pengurus atau Pengurus Pusat dan membubarkan Organisasi Kemasyarakatan adalah Pemerintah. Yang dimaksud dengan "Pemerintah" dalam pasal-pasal ini adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I yaitu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II yaitu Bupati /Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.Wewenang membekukan dan membubarkan tersebut berada pada: a. Pemerintah Pusat bagi Organisasi kemasyarakatan yang ruang lingkup keberadaannya bersifat nasional; b. Gubernur bagi organisasi Kemasyarakatan yang ruang lingkup keberadaannya terbatas dalam wilayah Propinsi yang bersangkutan; c. Bupati/Walikotamadya bagi Organisasi Kemasyarakatan yang ruang lingkup keberadaannya terbatas dalam wilayah Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan.Pembekuan dan pembubaran dapat 'dilakukan setelah mendengar keterangan dari Pengurus atau Pengurus Pusat Organisasi Kemasyarakatan yang bersangkutan dan setelah memperoleh pertimbangan dalam segi hukum dari Mahkamah Agung untuk tingkat nasional, sedangkan untuk tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya setelah memperoleh pertimbangan dari instansi yang berwenang sehingga dapat dipertanggungjawabkan dari semua segi, bersifat mendidik, dalam rangka pembinaan yang positif, dan dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pembubaran merupakan upaya terakhir.

Pasal 16
Yang dimaksud dengan "ideologi, paham, atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya" ialah segala ideologi, paham, atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional, serta Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Organisasi Kemasyarakatan yang terbentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum berlakunya Undang-undang ini, baik yang berstatus badan hukum maupun tidak, sepenuhnya tunduk kepada ketentuan-ketentuan Undang-undang ini, dan oleh karenanya Organisasi Kemasyarakatan tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.Status badan hukum yang diperoleh Organisasi Kemasyarakatan tersebut di atas tetap berlangsung sampai adanya peraturan perundang-undangan nasional tentang badan hukum.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.